Kilatriau.id-Kuansing -Kepala Sekolah SMPN 1 Kuantan Hilir, Sri Justinar Said, S.Pd, bersama Ketua Komite Suburman menegaskan bahwa pengumpulan dana untuk pengadaan meja dan kursi di sekolah tersebut bukan pungutan liar (pungli). Iuran tersebut merupakan hasil musyawarah resmi antara pihak sekolah, komite, dan wali murid.
Menurut Kepala Sekolah, musyawarah dilakukan karena adanya penambahan jumlah siswa baru serta kerusakan fasilitas belajar yang harus segera ditangani.
“Rapat kami laksanakan pada Sabtu, 26 Juli 2025, di laboratorium IPA SMPN 1 Kuantan Hilir. Dihadiri oleh Ketua Komite Suburman, Wakil Komite Hasim, wali murid, dan didampingi oleh kesiswaan Mardius, S.Ag,” jelas Sri Justinar kepada media, Sabtu (01/11/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia juga menyebutkan bahwa pihak sekolah memiliki bukti lengkap, seperti undangan rapat, notulen, daftar hadir, dan dokumentasi foto.
“Rapat tersebut diadakan secara terbuka dan hasilnya berdasarkan kesepakatan bersama,” tegasnya.
Sri Justinar menjelaskan bahwa jumlah siswa baru tahun ajaran 2025 mencapai 152 orang (5 kelas),sementara siswa yang tamat sebanyak 112 orang, sehingga terdapat kelebihan 40 siswa. Secara standar, penerimaan ideal hanya 128 siswa (4 kelas),namun sistem dapodik membuka ruang untuk lima kelas sehingga fasilitas belajar perlu ditambah.
“Kondisi di lapangan juga diperparah dengan banyaknya meja dan kursi yang rusak. Karena itu, pihak sekolah bersama komite mengundang wali murid untuk bermusyawarah mencari solusi terbaik,” tambahnya.
Dari hasil rapat, disepakati adanya iuran sebesar Rp95.000 per siswa, yang merupakan hasil pembulatan dari total kebutuhan:
-Penambahan 40 meja–kursi: Rp40.000 per siswa
-Perbaikan 35 fasilitas rusak: Rp35.000 per siswa
-Kekurangan 64 kursi: Rp18.400 per siswa
Ketua Komite SMPN 1 Kuantan Hilir, Suburman, menegaskan bahwa kesepakatan tersebut diterima tanpa keberatan oleh wali murid.
“Tidak ada wali murid yang komplain. Bahkan banyak yang mendukung demi kelancaran proses belajar anak-anak,” ujarnya.
Karena keterbatasan ruang kelas, sebagian ruang laboratorium IPA sementara dialihfungsikan menjadi ruang belajar sambil menunggu meja dan kursi baru selesai diproduksi.
“Kami memesan 60 pasang meja-kursi kayu dari toko perabot Rawang Bonto. Baru 30 pasang yang diterima, sisanya masih dalam proses. Pembayaran juga dilakukan bertahap,” jelas Sri Justinar.
Dari total kebutuhan Rp24 juta, pihak sekolah sudah membayar Rp9 juta, sedangkan sisa Rp15 juta masih berupa bon. Selain itu, 35 kursi plastik senilai Rp4,025 juta telah dibeli dan dibayar lunas.
Terkait pemberitaan dugaan pungli yang beredar di media, Sri Justinar mengaku sudah berupaya mengonfirmasi wartawan yang menulis berita tersebut.
“Ada wartawan tidak saya kenal mengirimkan link berita via WhatsApp. Sudah saya ajak bertemu, tetapi tidak pernah datang. Ketua Komite juga sudah menjelaskan bahwa persoalan ini sebenarnya sudah selesai,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pihak sekolah telah bertemu Sekretaris Dinas Pendidikan Kuansing, Zulmaswan, serta Kasi SMP Nono Irawan.
“Mereka memberikan respons positif karena semua proses sudah sesuai dengan hasil musyawarah, tidak ada yang melenceng,” tuturnya.
Sri Justinar menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada wali murid yang memprotes hasil kesepakatan tersebut.
“Sampai sekarang belum semua siswa melunasi, baru sekitar 50 persen. Tapi kami tidak menuntut. Kami menunggu kesadaran wali murid saja,” pungkasnya.











